Halaman

Tampilkan postingan dengan label Original. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Original. Tampilkan semua postingan

Kamis, 07 Februari 2019

Langit Malam

Masih kuingat dengan jelas di kepalaku.

Suasana nostalgia yang teramat sangat kurindukan.

Kalau kuingat-ingat, itu terjadi pada saat diriku masih belia.

Masihlah muda dan polos pikirannya.

Ketika itu aku sedang berjalan pulang dari sekolahku. 

Saat itu langit merah sore mendekati biru kelabu malam hari.

Cerah dengan sedikit awan yang terlihat.

Kudapati disana.

Langit malam yang sungguh indah dalam perspektifku.

Yang mana dapat membuat hatiku menjadi bahagia hanya dengan menatapnya.

Kesan-kesan yang meresap menenangkan jiwaku.

Diriku menjadi kembali berenergi seolah-olah asam laktat di tubuhku menghilang begitu saja.

Ah…, indahnya langit malam pada waktu itu.

Andai saja aku bisa menyaksikannya lagi. 

Namun, sayangnya hal tersebut tidak lagi ada, langit malam sekarang tidak sama langit malam saat itu. Disini hanyalah gelap gulita yang ada.

Apateis

Tinggal dalam benakku
Saat diriku masihlah mentahan
Persamaan Data yang melampaui akal Sehat
Asal hukum-hukum tertib kosmis
Logika yang bukan logika
yang selalu berada dalam superposisi

Sesuatu Zat yang selalu bisa menenangkanku
Disaat aku sedih
Disaat aku gelisah
Disaat aku marah
dan disaat aku berduka

Dia selalu hadir dalam kehidupanku
Selalu membuatku merasa nyaman
Selalu membuatku merasa aman
Selalu membantuku melewati kerasnya kehidupan
dimana banyak yang dirusak oleh ciptaan-Nya

Namun
Mulailah matang diriku
Kepalaku dipenuhi oleh logika dan akal sehat
Dipenuhi berbagai filsafat
Humanisme, sekularisme, kosmisme

Aku dengan perlahan menjauhi diri-Nya
Menikmati hedonisme dunia-Nya
Perlahan, cahaya-Nya mulai meredup dalam benakku
Menyisahkan sedikit bintik putih
yang sewaktu-waktu dapat menghilang begitu saja

Hari-hari kujalani dengan sepenuh hati
Tanpa ada diri-Nya yang menenangkanku
Disaat ku bersedih
Disaat ku marah
Disaat ku cemburu
Disaat ketika segala hal tentang ego dan nuraniku meluap

Waktu yang tua teringat
Tidak sadar diriku sudah senja usia
Inderaku melemah
Pikiranku mengalami degenerasi

Disaat seperti ini,
Barulah diriku kembali mengingat-Mu
Setelah menyadari diri-Mu
Aku tertawa kepada diriku sendiri
Tertawa bukan karena lucu
Tertawa bukan karena sukacita
Melainkan tertawa karena aku mengingat dirimu
Yang diabaikan sampai menjadi titik butiran debu

Kini,
Tinggal menghitung saja untuk diriku
Menghadap diri-Mu yang sebenarnya kelak
Ketika usiaku tidak lagi bertambah

Diabaikan dalam Kekosongan

Diabaikan-dalam-Kekosongan

Telah kulewati lembah-lebah berduri
Gunung-gunung yang dingin
Tanah-tanah yang tandus

Begitu banyak usaha yang telah kulakukan
Membanting tulang
Mengiris daging
Menurunkan ego nurani

Namun
Semua itu sia-sia
Dianggap sampah
Dianggap Kadaluarsa
Sekedar ocehan yang tidak terkandung nilai

Kerja kerasku menjadi sia-sia
oleh yang memiliki relasi
tanpa adanya kerja keras
tanpa adanya usaha mumpuni
tanpa melewati semua kesusahan

Tinggal seorang diriku
Tampak mati seperti mayat
Menatap dengan iri mereka
Yang bergelak canda dan tertawa riang